
pecah karena ada konflik internal dan berganti nama menjadi Lamongan Metal Madness. Sufa (Instinct),Bendol (Gendercide, Instinct), Botak (Battalion Hammer) dan teman-teman LCHC lainya yang mulai mempelopori semangat awal membuat gigs-gigs. Teman-teman LCHC mulai membuat gigs-gigs awal hardcore/punk pada tahun 2012 seperti Brotherhood 2, Warpath For Unity dan dari gigs tersebut muncul band-band hardcore baru seperti Battalion Hammer, Total Boring, Instinct. Seiring berkembangnya hardcore/punk dan seiring juga dengan mulai ramainya gigs-gigs yang dibuat juga semakin banyak yang datang ke gigs. Perjuangan membuat gigs tidaklah mudah kala itu, budget yang dikeluarkan tidak seimbang dengan income dari orang-orang yang datang ke acara sehingga ketika itu yah banyak ruginya ketika membuat gigs namun keinginan untuk membuat gigs tak bisa dipungkiri sudah menjadi candu. Kendala lain seperti gedung yang dirasa cocok untuk acara hardore/punk masih sangat minim kala itu karena jika bertempat di GOR Lamongan maka harus menyediakan panggung “rijing” dan tidak mungkin tidak menggunakan sound out yang besar pula dan ini berpengaruh pada budget tadi. Dana yang digunakan untuk membuat gigs berasal dari penjualan kaos LCHC dan dana itu pun ludes setelah membuat gigs. Barulah tahun 2012 mulai membuat manuver setelah hunting gedung dan mendapat informasi gedung-gedung yang dapat digunakan pada waktu itu anak-anak muda membuat gigs “Anthem Of Gladiator” di gedung serbaguna sukodadi yang lumayan jauh dari pusat kota tapi juga sedikit murah sehingga tak perlu dana banyak-banyak dan tiket hanya sepuluh ribu rupiah saja. Dari acara tersebut kami juga mengundang teman-teman luar kota seperti Knockdown (Yogyakarta), Ultraman Sexy (Bojonegoro), Bangkit Melawan (Malang), Crush System (Tuban). Pada saat itu sempat terjadi sedikit chaos dengan pemuda setempat yang memaksa masuk acara tanpa membeli tiket tapi masalah itu selesai saat acara buyar. Semenjak saat itu sering sekali kita bertukar gigs dan sharing pengalaman dengan teman-teman luar kota. Dalam perkembangan gigs-gigs yang teman-teman LCHC buat dan usaha untuk menyuarakan scene hardcore/punk di lamongan hingga saat ini juga mempunyai kendala lain yaitu saat JF Studio yang ditutup karena tidak mampu lagi menanggung kerusakan alat yang sudah cukup tua dan kesalahan manajemen. JF Studio adalah basis dari scene underground di lamongan kota dan semenjak ditutup teman-teman mulai kekurangan studio untuk latihan karena rata-rata studio dilamongan saat itu tidak memperbolehkan untuk bermain musik keras atau katanya underground. Sempat teman-teman mengadakan benefit gigs di halaman studio JF sebelum akhirnya ditutup yaitu “For The Kids”. For The Kids adalah acara gratis dan bertujuan untuk kemanusiaan, menyadarkan kita untuk berbagi ke sesame melalui materi maupun non materi. Setelah JF tutup teman-teman berpindah ke oldcity wearhouse yang kemudian menjadi tempat teman-teman LCHC untuk saling bertukar pikiran dan juga memulai pergerakan-pergerakan. Berkat dukungan dari teman-teman akhirnya LCHC mampu mendatangkan band asal inggris “Pay No Respect” yang menjadi band hardcore inggris pertama yang datang ke lamongan dan disusul band-band bule yang lainya seperti Custodia(Ecuador), Keep Talking(Switzerland), dll. Hal itu sudah menjadi bukti keberadaan scene hardcore/punk di lamongan. Jadi hargailah perjuangan-perjuangan itu “don’t forget the roots”. Harcdcore tidak melulu tentang moshing atau violence dance tapi tentang bagaimana kita mengerti dan memahami tentang apa yang dihadirkan musik tersebut.
“saya mempunyai
pengalaman hidup tersendiri saat berada dijalanan, dikekang, dan ditindas di
panti asuhan. Saya telah berjuang. Saya ditembak dan ditusuk dan itulah yang
terjadi. Kami bertahan dan bernyanyi tentang keadilan di jalanan karena hal itu
benar-benar nyata. Itulah cara kami untuk mengekspresikan diri kami dan keluar
dari kecemasan. Itu benar-benar nyata dan bukan sekedar hipotesis semata” —John
Joseph, Cro-Mags
Tidak ada komentar:
Posting Komentar