
Nah disini kita
berhadapan pada tipe lingkaran kehidupan khas anak kos atau lebih tepatnya
stereotip orang indonesia sih yang malas dan tidak bertanggung jawab hehehe...
Jadi bila dikaitkan
lagi dengan sebuah impian utopis masyarakat anarkis tentang "kehidupan
yang bebas dan bertanggung jawab" pasti masih jauh sekali untuk bisa
membangun masyarakat seperti itu dikarenakan dasar sifat manusianya yang masih
tergolong lazy irresponsible bastard banget
hahaha...
Dan satu lagi
kenyataan yang harus kita hadapi yaitu kita berhadapan dengan sistem sosial
yang mengontrol kita, secara kontrol itu tidak pernah kita sadari baik itu yang tertulis atau tidak
tertulis.
Bagi mereka yang
hidup di lingkungan kos mungkin sudah tau ya segala problematikanya, saya
mengambil analogi hidup di kos sebagai analogi hidup bermasyarakat yang cukup
sederhana seperti misalnya hidup di sebuah kampung kecil, karena kalian akan
dapat melihat berbagai macam tipe manusia juga dalam satu kosan, mulai dari yang
care terhadap sesama hingga yang ignorant dan antisosial banget terhadap
sekitar. Dan semuanya hidup dalam struktur yang tidak disadari hirarkis seperti
dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya, kalau kata Derida dikatakan sebagai
oposisi biner antara Superior/Inferior, strata lapisan paling atas dipegang
oleh induk semang kosan atau pemilik kosan, strata kedua adalah pengurus kos
atau penjaga atau tukang bersih-bersih kos, sedangkan strata lapisan terbawah
adalah kita si peghuni kos atau penyewa kamar. Setiap bulan/tahun kita harus
membayar sejumlah nominal seperti yang telah ditentukan kepada si induk semang
seperti halnya kita harus membayar sejumlah pajak terhadap pemerintah, Benar
memang kita membayar dan pemilik kosan memberikan fasilitas yang menjadi hak
kita, namun kita tetap tidak memiliki kebebasan seutuhnya, ini seperti halnya
keberadaan kita di suatu negara, karena segalanya masih terikat pada norma dan
sistem yang dibuat oleh sang pemilik kos (pemerintah) sebagai penguasa tunggal,
inilah yang dikatakan Jean Baudrillard sebagai simbolisasi dalam masyarakat
postmodern sebagai panoptikon dimana strukturasi sosial di masyarakat kita
seperti diibaratkan dalam penjara dengan satu menara yang mengawasi ke segala arah, atau seperti
kata George Orwell dalam bukunya yang berjudul 1984 dia mengatakan "Big
Brother is watching you" dan itu nyata, kita selalu diawasi atas nama
stabilitas sosial dalam hal ini yang bertindak sebagai “CCTV” adalah penjaga atau
pengurus kosan. Jadi kita ini adalah masyarakat yang hidup dalam penjara
bernama kebebasan semu yang terkontrol.
Yeah... Sistem
memang sebuah masalah sangat pelik untuk dihindari. Ilustrasinya bisa kita
lihat dalam film The Matrix, sebuah sistem
digambarkan seperti mereka yang berada di Zion dan mereka adalah orang-orang
yang telah menjadi sebuah counter culture,
yang menjadi musuh mereka adalah masyarakat pada umumnya (masyarakat normatif
atau masyarakat kelas menengah ngehe'), mereka yang hidup di Zion adalah kaum
menengah kebawah yang mampu berpikir kreatif dan visioner sehingga dianggap
sebagai ancaman oleh kelas penguasa bahkan sesama kelas menengah yang terjebak
pada kehidupan nyaman dan menganggap semuanya dalam hidup ini baik-baik saja.
Morpheus telah
menganalisis para "counter culture" tersebut dalam The Matrix, dan Morpheus berkata pada
Neo "Matrix adalah sebuah sistem, sistem itulah musuh utama kita. Namun
ketika kau ada didalamnya pandanglah sekelilingmu, apa yang kau lihat?
Pengusaha, pengacara, guru, dan buruh. Atau orang-orang yang coba kita
selamatkan di dalam benak mereka telah menjadi bagian dari sistem itu sendiri,
dan itulah yang menjadikan mereka musuh kita. Kau harus paham, Neo. Kebanyakan
orang belum siap untuk diselamatkan, dan begitu banyak diantara mereka yang
merasa nyaman, begitu mati-matian bergantung pada sistem sampai mereka akan
berjuang untuk melindunginya". Itulah mengapa ignoransi membuat penjara
bagi diri kita sendiri dan menjadi pedang bermata ganda ketika kita terjebak
pada sistem tersebut, Sekalian saya ambil potongan lirik Puppen dari lagu
berjudul Sistem - "Sistem yang kau dukung adalah sistem yang kamu
benci" situasi yang cukup pelik bukan? Kau ingin lari tapi tidak akan bisa
bersembunyi itulah kenyataannya.
Ironis sekaligus
dilematis, ketika kita masih harus tetap tunduk pada apa yang kita lawan,
kembali lagi kita bicarakan memakai analogi rumah kos sebagai lingkungan hidup
bermasyarakat dimana sistem masih dipegang oleh sang induk semang yang secara
tidak langsung menebar ketakutan seperti halnya negara yang menciptakan kondisi
ketakutan dengan berbagai macam ancaman hukum dan undang-undang yang negara sah
kan.
Contoh kecil
ketakutan yang kita dapatkan adalah ketika kita terlambat membayar kos otomatis
kita akan dikenakan denda, tentu kita ingin protes tp kita bisa apa ketika
ancaman oleh otoritas tunggal yaitu si induk semang bisa mengusir kita dengan
sekonyong-konyong seenaknya sendiri, begitulah bentuk otoritas yang sistematis
dan terbentuk oleh negara dari hal yang paling kecil.
Bukan tanpa solusi
juga sih sebenarnya, pastinya kita bisa meminimalisir kuasa otoritas tadi
dengan memilih jalur alternatif hidup menumpang pada seorang teman dekat, tapi
harus tahu dirilah kalau
menumpang hehe... Karna itulah yang selama ini juga saya praktekkan hehe...
Namun masih ada beberapa norma juga yang harus kita pahami, Jangan berbuat
seenaknya sendiri, itupun harus dengan seizin teman tadi karna kultur kita yang
masih menjunjung tinggi tata krama ketimuran walaupun budaya timur itu totally sucks terkadang, jangan sampai
kalian jadi bahan pergunjingan antar teman karena ketidaksadaran di posisi mana
kita berada.
Otoritas fasis
dalam lingkungan sekitar kita cukup primordial dan tidak pernah kita sadari we were be a part into it, contoh paling
kecil adalah ngomongin di belakang, nah ini adalah kasus paling kecil dan
paling gampang di sulut seperti kapas yang terkena percikan api jadi gampang
merembet kemana-mana. Mengutip potongan lirik dari Domestik Doktrin
"gossip is the opium of the masses", ya... Begitulah adanya gossip
atau dalam bahasa jawa nggunem
(ngomongin orang di belakang) adalah candu masyarakat kita, apapun topiknya
jika yang disangkut adalah aib atau keburukan seseorang secara otomatis akan
menjadi trigger untuk terus diomongin, gak peduli itu saudara atau bahkan orang
tua kita sendiri, mungkin kalo kawan-kawan yang kuliah di jurusan komunikasi
dan ber inisiatif mengangkat tema tentang gosip ini bisa kalian jadikan acuan
dengan meneliti menggunakan metode etnografi atau cultural studies masyarakat
modern.
hehehe...
Jadi organisir
sendiri direct action kamu
dari hal yang paling kecil berpalinglah jangan cuma jadi bagian untuk duduk
manis dan diam menonton di masyarakat tapi jadilah spektakel itu sendiri dari
lingkup bermasyarakatmu yang paling sederhana, pepatah lama bilang
"personal revolution to the social revolution" and then like ABBA
said on their lyrics "...and the winner takes it all"... Tetap
semangat kawan !!!
Author: Monox
Tidak ada komentar:
Posting Komentar