Label

Jumat, 21 April 2017

Review: Hark! It’s A Crawling Tar-tar “ Dorr-Darr Gelap Communiqué”

Tepat sepuluh tahun yang lalu saya dapatkan rilisan fisik dari band asal Bandung yang umurnya hanya satu album ini, saat itu tepatnya setelah saya benar-benar terpelatuk (bahasa hitz kekirian masa kini hehehe) oleh sebuah interview di satu zine setahun sebelumnya yang saya baca nama zinenya Area 51 kalo gak salah, yang cukup mencengangkan adalah dalam interview itu menghabiskan hampir 7 halaman dengan ukuran font mini dan semuanya dijawab dengan sangat lugas tetap dengan bumbu metaforis dalam setiap jawabannya. Awal rasa peanasaran saya dikarenakan nama bandnya yang cukup panjang dan menyita perhatian setelah adanya reshuffle line up dalam tubuh band, hingga tercetus penggantian nama dari “Tuberkulosis” menjadi “Hark! It’s A Living Tar-Tar” dan akhirnya
dirubah lagi menjadi “Hark! It’s A Crawling Tar-Tar”. Satu lagi yang memicu rasa penasaran saya adalah judul yang cukup unik ya seperti yang saya bilang tadi cukup metaforis “Dorr-Darr Gelap Communiqué” lumayan asing istilah yang mereka gunakan bagi band crust/hc


Saya tidak begitu berekspektasi atas konsep yang mereka bawakan kecuali tema-tema yang ditulis sang vokalis yang tidak lain adalah sempalan band thrashcore yang cukup genius yaitu “Domestik Doktrin” dan memang begitulah adanya komposisi metafora dalam sarkasme humor dibalut dengan instrumental yang gak bisa dipandang sebelah mata, dan ya mereka berhasil mendobrak stigma 3 chord dalam crust/punk/hc dan hasilnya adalah genius!!

Seperti awal kata nama dari komunike ini, Hark! Yang berarti dengarkanlah dengan seksama, itulah apa yang mereka ingin sampaikan, setidaknya judul-judul track yang ada dalam cd ini dapat membuat mata dan pikiran kita menelisik lebih dalam dari setiap kata yang ditulis di lyrics sheet mereka. Tanpa sadar kita telah dibawa kedalam sebuah hiperrealitas dalam dunia postmodern dimana segala persepsi lah yang selalu jadi acuan dalam keseharian, pada akhirnya band inilah yang memaksa saya untuk mempelajari tentang teori postmodern yang cukup pelik seperti melihat realita menjelang apokalips ini. Segala analisis tentang posmo dengan budaya komodifikasi hasrat manusia modern dikemas dengan apik lengkap dengan teori oposisi binernya tentang being/non being, hitam/putih, dan si penulis lirik juga sedikitnya telah mengartikulasikan “logos” dominan dengan linguisme yang tertata rapi, yah… dia cukup berhasil menggunakan elemen-elemen semiologi bahasa dengan sentuhan satir yang menohok pikiran kita. Sebuah kombinasi metaforis mematikan dengan tema-tema yang sebenarnya cukup remeh dan jarang (hampir tidak pernah terpikirkan) yang membahasnya seperti Tempe yang mampu menaklukkan tirani korporasi multinasional atau juga tentang linguistik ayang terkadang menjadi kendala dalam keseharian dan bahasa yang adaptif setipe dengan negara bekas kolonialisasi bangsa asing, hingga tentang teori dekonstruksi sosial modern namun digubah dalam bahasa guyonan sarkas layaknya Slavoj Zizek, Albert camus, juga Sartre yang sedang bercanda dengan Nietszche dan Foucault tentang discourse of power dalam sebuah warung kopi murahan di pinggir jalan, semua itu diblend menjadi DNA dark crust/hardcore pertama yang pernah ada sudah berhasil mereka lahirkan  jauh tepatnya (sebelum) tren musikal “gelap” dalam skena hc/punk lokal marak.

Sebuah sound yang cukup inovatif pencampuran antara His Hero Is Gone dengan elemen guyonan jalanan sehingga bisa dibilang mereka berhasil mengesampingkan patronase sound dari band-band luar yang mungkin setipe dengan mereka, gak lupa juga sebuah senapan gak akan berguna tanpa peluru yaitu lirik yang sangat tajam menghujam.

Sayangnya band ini bubar setelah album pertama (dan terakhir) dirilis oleh sebuah label asal Singapore, dan baru-baru ini Grimloc records merilis ulang album ini dalam formatr kaset dan vinyl 12’ yang sold out dalam waktu singkat. Yah setidaknya mereka telah berhasil membuat relief dari album ini sebagai album yang cukup influental dan mampu mendobrak stagnansi pola pikir juga secara musikal. Setelah mereka bubar para personilnya berkarir sendiri-sendiri entah dalam bentuk band (Kontrasosial dan Ssslothhh) ataupun akademis.

Apa yang saya tulis diatas bukan sesuatu yang muluk-muluk dan memuja atau apalah, saya hanya menulis apa yang saya suka dan saya rekomendasikan kesalutan saya terhadap band ini, karena rilisan ini sudah memasuki satu dekade berada di tumpukan koleksi audio saya… selebihnya terserah bagaimana pendapat kamu ketika mendengarkan track-track mereka…” seek solace tempe mendoan”


Author: Monox

Tidak ada komentar:

Posting Komentar