Tepat
sepuluh tahun yang lalu saya dapatkan rilisan fisik dari band asal Bandung yang
umurnya hanya satu album ini, saat itu tepatnya setelah saya benar-benar
terpelatuk (bahasa hitz kekirian masa kini hehehe) oleh sebuah interview di
satu zine setahun sebelumnya yang saya baca nama zinenya Area 51 kalo gak
salah, yang cukup mencengangkan adalah dalam interview itu menghabiskan hampir
7 halaman dengan ukuran font mini dan semuanya dijawab dengan sangat lugas
tetap dengan bumbu metaforis dalam setiap jawabannya. Awal rasa peanasaran saya
dikarenakan nama bandnya yang cukup panjang dan menyita perhatian setelah
adanya reshuffle line up dalam tubuh band, hingga tercetus penggantian nama
dari “Tuberkulosis” menjadi “Hark! It’s A Living Tar-Tar” dan akhirnya
dirubah lagi menjadi “Hark! It’s A Crawling Tar-Tar”. Satu lagi yang memicu rasa penasaran saya adalah judul yang cukup unik ya seperti yang saya bilang tadi cukup metaforis “Dorr-Darr Gelap Communiqué” lumayan asing istilah yang mereka gunakan bagi band crust/hc.
dirubah lagi menjadi “Hark! It’s A Crawling Tar-Tar”. Satu lagi yang memicu rasa penasaran saya adalah judul yang cukup unik ya seperti yang saya bilang tadi cukup metaforis “Dorr-Darr Gelap Communiqué” lumayan asing istilah yang mereka gunakan bagi band crust/hc.
Saya
tidak begitu berekspektasi atas konsep yang mereka bawakan kecuali tema-tema
yang ditulis sang vokalis yang tidak lain adalah sempalan band thrashcore yang cukup genius yaitu “Domestik
Doktrin” dan memang begitulah adanya komposisi metafora dalam sarkasme humor
dibalut dengan instrumental yang gak bisa dipandang sebelah mata, dan ya mereka
berhasil mendobrak stigma 3 chord dalam crust/punk/hc
dan hasilnya adalah genius!!
Seperti
awal kata nama dari komunike ini, Hark! Yang berarti dengarkanlah dengan
seksama, itulah apa yang mereka ingin sampaikan, setidaknya judul-judul track
yang ada dalam cd ini dapat membuat mata dan pikiran kita menelisik lebih dalam
dari setiap kata yang ditulis di lyrics
sheet mereka. Tanpa sadar kita telah dibawa kedalam sebuah hiperrealitas
dalam dunia postmodern dimana segala
persepsi lah yang selalu jadi acuan dalam keseharian, pada akhirnya band inilah
yang memaksa saya untuk mempelajari tentang teori postmodern yang cukup pelik seperti melihat realita menjelang
apokalips ini. Segala analisis tentang posmo dengan budaya komodifikasi hasrat
manusia modern dikemas dengan apik lengkap dengan teori oposisi binernya
tentang being/non being, hitam/putih,
dan si penulis lirik juga sedikitnya telah mengartikulasikan “logos” dominan
dengan linguisme yang tertata rapi, yah… dia cukup berhasil menggunakan
elemen-elemen semiologi bahasa dengan sentuhan satir yang menohok pikiran kita.
Sebuah kombinasi metaforis mematikan dengan tema-tema yang sebenarnya cukup
remeh dan jarang (hampir tidak pernah terpikirkan) yang membahasnya seperti
Tempe yang mampu menaklukkan tirani korporasi multinasional atau juga tentang
linguistik ayang terkadang menjadi kendala dalam keseharian dan bahasa yang
adaptif setipe dengan negara bekas kolonialisasi bangsa asing, hingga tentang
teori dekonstruksi sosial modern namun digubah dalam bahasa guyonan sarkas
layaknya Slavoj Zizek, Albert camus, juga Sartre yang sedang bercanda dengan
Nietszche dan Foucault tentang discourse
of power dalam sebuah warung kopi murahan di pinggir jalan, semua itu
diblend menjadi DNA dark crust/hardcore
pertama yang pernah ada sudah berhasil mereka lahirkan jauh tepatnya (sebelum) tren musikal “gelap”
dalam skena hc/punk lokal marak.
Sebuah
sound yang cukup inovatif pencampuran antara His Hero Is Gone dengan elemen guyonan jalanan sehingga bisa
dibilang mereka berhasil mengesampingkan patronase sound dari band-band luar
yang mungkin setipe dengan mereka, gak lupa juga sebuah senapan gak akan
berguna tanpa peluru yaitu lirik yang sangat tajam menghujam.
Sayangnya
band ini bubar setelah album pertama (dan terakhir) dirilis oleh sebuah label
asal Singapore, dan baru-baru ini Grimloc records merilis ulang album ini dalam
formatr kaset dan vinyl 12’ yang sold out dalam waktu singkat. Yah setidaknya
mereka telah berhasil membuat relief dari album ini sebagai album yang cukup
influental dan mampu mendobrak stagnansi pola pikir juga secara musikal.
Setelah mereka bubar para personilnya berkarir sendiri-sendiri entah dalam
bentuk band (Kontrasosial dan Ssslothhh) ataupun akademis.
Apa
yang saya tulis diatas bukan sesuatu yang muluk-muluk dan memuja atau apalah,
saya hanya menulis apa yang saya suka dan saya rekomendasikan kesalutan saya
terhadap band ini, karena rilisan ini sudah memasuki satu dekade berada di
tumpukan koleksi audio saya… selebihnya terserah bagaimana pendapat kamu ketika
mendengarkan track-track mereka…” seek solace tempe mendoan”
Author:
Monox
Tidak ada komentar:
Posting Komentar